Seorang sinematografer Colin Rich mengirim dua kamera digital
yang dia beli di eBay seharga $45 ke atmosfir dengan menggunakan
balon cuaca yang diluncurkan dari Oxnard, California.
Rich membangun peralatannya dengan menggunakan dua kamera digital
Canon Powershot yang dibungkus dengan styrofoam dan plester agar
menjaga kamera tetap hangat dari suhu -60 derajat Fahrenheit (-51
derajat celsius), sebuah balon cuaca, sebuah parasut dan sebuah
pelacak satelit GPS SPOT, sebuah pelacak GPS murah yang membaca data
dari satelit yang mengelilingi bumi.
Dia juga menggunakan sebuah GPS Lassen IQ – sebuah perangkat yang
memberikan data ketinggian yang akurat berdasarkan triangulasi, proses
untuk menentukan lokasi berdasarkan jaraknya ke titik geografis
lainnya.
Rich memonitor kondisi cuaca dan melakukan banyak perhitungan
selama berminggu-minggu sebelum peluncuran untuk memastikan kamera ini
tidak menyimpang sejauh ratusan kilometer.
Setelah persiapan yang matang dengan motif yang jelas: “Aku mau
mengambil gambar pada ketinggian yang lebih tinggi daripada yang
pernah aku lihat sebelumnya,” Sementara sebagian besar balon meledak
saat mencapai ketinggian 90.000 kaki (27,432 km) dan 110.000 kaki
(33,528 km) di udara dikarenakan tekanan, dia mau mencapai ketinggian
lebih tinggi lagi.
Ada banyak grup di AS yang sudah melakukan ini pada akhir tahun
1980an, menurut Rick Von Glahn, pendiri Edge of Space Sciences (EOSS),
sebuah organisasi nirlaba yang bermarkas di Denver, Colorado yang
mempromosikan sains dan pendidikan lewat balon di ketinggian. “Ini
bukanlah tren baru, tapi tren ini sedang berkembang.”
Tren ini mendapat perhatian khalayak ramai pada September 2009 saat dua
mahasiswa MIT meluncurkan sebuah kamera digital yang dikaitkan
dengan sebuah balon helium yang melayang sampai ketinggian 93.000
kaki (28,3464 km) di udara untuk mengambil gambar-gambar bumi yang
mengesankan.
Ini pertama kalinya ekperimen semacam ini berhasil dilakukan
dengan bujet yang sangat kecil ($150=Rp 1,36 juta dengan kurs
$1=9120).
Pria berumur 27 tahun ini memprogram
kamera untuk mengambil gambar dan video setiap tiga menit. Rich
merupakan salah satu dari sejumlah para penggemar yang suka memotret
bumi.
Tadinya ini hanya mungkin dengan
satelit teknologi tinggi yang mahal. Biaya keseluruhan misi yang Rich
namakan Pacific Star II tidak sampai $300 (sekitar Rp 2,7 juta
dengan kurs 9120).